kodok, katak, dan fungsinya terhadap ekosistem

Sebagian orang, terutama kaum hawa, akan menjerit-jerit jijik saat berpapasan dengan satwa satu ini. Sebagian besar yang lain tidak akan mempedulikannya. Rupa dan bentuknya yang terkesan buruk, penuh tonjolan dan kadang berbau, membuatnya jarang dilirik. Mereka dan dunianya banyak diremehkan. Walaupun sebenarnya hal ini hanya dikarenakan oleh kekurang tahuan kita tentang mereka. Satwa yang biasa kita sebut kodok ini memang kurang menarik untuk ditangkap dan dibelai seperti layaknya anjing atau kucing. Seringkali dalam perjalanan hidupnya pun diiringi oleh berbagai mitos turun temurun, seperti air seninya menyebabkan kebutaan, memegangnya dapat menyebabkan penyakit kulit dan mereka beracun.

Apa yang sebenarnya kita tahu tentang kodok? Dan apa bedanya dengan katak? Mari kita lihat,

Inilah yang paling sering berada di pikiran sebagian besar orang. Setiap kali terdengar kata kodok, pikiran kita akan tertuju pada satwa buruk rupa ini. Kulitnya dipenuhi bintil-bintil kasar seperti kutil, membuatnya Nampak tidak cantik sama sekali. Terkadang tubuhnya juga mengeluarkan bau kurang sedap. Benar, dialah yang kita sebut kodok (toads). Keluarga kodok biasanya berasal dari famili Bufonidae. Hampir seluruh jenis memiliki ‘kutil’ pada tubuhnya. Kodok ini mudah dijumpai dimana saja. Mulai dari pemukiman warga, perkotaan, sungai dengan kondisi air kotor sekalipun, bahkan hingga tempat dengan ketinggian tertentu. Bisa dikatakan jenis ini mudah beradaptasi dan tahan terhadap disturbansi disekitarnya. Kaki mereka relative pendek sehingga pergerakannya tidak setinggi katak.

Image

Lalu satwa mana yang bisa kita panggil katak? Yah, selain para ‘buruk rupa’ inilah yang bisa kita sebut katak (frogs). Tubuh katak relative halus, tidak memiliki bintil-bintil yang jelas seperti kodok. Sebagian besar bertubuh ramping (walaupun ada yang agak gemuk sampai gemuk namun berbeda dari kodok). Kaki katak juga relative panjang sehingga memungkinkan katak meloncat jauh. Katak memiliki banyak jenis yang masing-masing jenisnya mendiami suatu habitat tertentu. Sebagai contoh katak sawah yang mendiami lokasi-lokasi berlumpur seperti sawah maupun lokasi berlumpur lain, katak pohon yang mendiami batang-batang pohon tinggi dan seringkali bersembunyi di balik dedaunan, atau bangkong tuli yang biasanya hanya dapat dijumpai di sela-sela batuan pada sumber air yang masih bersih dan belum tercemar di daerah pegunungan. Masih banyak karakter katak yang lain dalam mendiami suatu wilayah tertentu. Keseluruhannya memiliki keunikannya masing-masing.

Setelah mengetahui sedikit mengenai katak dan kodok, terkadang kita masih bertanya-tanya kenapa satwa ‘remeh’ seperti mereka penting untuk diperhatikan? Toh tanpa mereka pun kita masih bisa hidup. Kehilangan mereka juga tidak akan mempengaruhi aktivitas kita. Yaaa itulah yang seringkali kita lupa dan remehkan. Seorang ahli bernama C. Kenneth Dodd, JR. dalam bukunya berjudul Amphibian Ecology and Conservation menyitir pernyataan ahli lain bernama Noss dan Cooperrider (1994) dan Groom dkk (2006) yang menyatakan bahwa alasan kita harus kuatir jika suatu jenis satwa hilang yakni berkaitan dengan empat  fungsi antara lain estetika (bagaimana katak dan kodok menjadi bagian dalam harmoni kehidupan alam terlebih saat hujan), etik (nilai lebih satwa tersebut dan kaitannya dengan hak mereka untuk tetap eksis), ekonomi (katak dan kodok seringkali menjadi bahan makanan, bahkan bagian tubuh tertentu terkadang di ambil sebagai obat untuk manusia), serta fungsi ekosistem. Fungsi ekosistem inilah yang tidak terlalu Nampak oleh mata kita namun jika terabaikan maka dampaknya akan lebih ‘parah’ dibandingkan yang lain. Katak dan kodok memiliki peranan dalam aliran energy dan siklus nutrient, mereka menempati posisi baik sebagai pemangsa maupun yang dimangsa. Apa jadinya jika mereka tidak ada, serentetan efek akan muncul seperti berkurangnya jumlah satwa yang menjadi pemangsa, ataupun melonjaknya jumlah mangsa mereka. Hal ini akan berdampak pada peristiwa-peristiwa lain (melonjaknya jumlah nyamuk, lalat, atau serangga hama yang mengganggu tanaman pertanian)- tentunya dapat mengganggu kehidupan kita, manusia. Tidak dapat dibayangkan jika ketimpangan-ketimpangan tersebut terjadi, bukankah kita hidup harus selalu seimbang, kawan?

Beberapa katak unik -paling tidak menurut kami- yang pernah kami jumpai di berbagai daerah di bumi Indonesia.

Image

Image

katak terkecil

Katak terkecil – dengan nama latin Philautus aurifasciatus, katak ini tidak memiliki fase berudu. Dari telurnya akan langsung muncul katak kecil. Dewasanya pun berukuran sangat kecil, meskipun demikian suara yang mereka keluarkan akan sangat nyaring. Jenis katak ini, pernah kami jumpai paling kecil berukuran 0,47 cm.

Image

katak bertanduk

Katak bertanduk – memiliki nama latin Megophrys montana. Mulutnya runcing dan pada kedua matanya terdapat perpanjangan bagian tubuh sehingga menyerupai tanduk. Karena ‘tanduk’ nya inilah beberapa kelompok masyarakat kadang takut karena dikira penjelmaan makhluk gaib.

Image

katak pohon jawa

Katak pohon Jawa – nama latinnya Rhacophorus javanus. Katak ini merupakan katak yang hanya dapat dijumpai di pulau Jawa (endemik). Tubuhnya relative ramping, matanya seperti sedang mengantuk, dengan kakinya yang berselaput Ia mendiami pepohonan di hutan-hutan pegunungan.

Berkurangnya luasan habitat katak dan kodok seringkali menjadi faktor utama terjadinya penurunan populasi dan bahkan yang lebih ekstrim yakni kepunahan. Jika suatu saat nanti mereka sudah tidak dapat kita jumpai dimanapun (punah), dan penyebabnya adalah perbuatan kita sendiri, bukankah itu tidak adil bagi mereka, kawan? Mari kita jaga keberadaan mereka dengan menjaga lingkungan sekitar kita.

ditulis oleh:

Satiti Diah 

satitidiah@gmail.com

Leave a comment